BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Persoalan kebebasan hati nurani sebagai norma moral
subjektif bukanlah sebuah persoalan yang mudah diselesaikan dengan begitu saja
dalam kehidupan manusia, karena hati nurani berkaitan erat dengan pribadi
manusia. Bahkan, para pakar moral mengatakan bahwa pembicaraan mengenai hati
nurani sebagai norma moral subjektif merupakan suatu fakta yang sangat rumit
karena apa yang disebut sebagai norma moral subjektif tidak lepas dari pribadi
atau subjek yang mengambil keputusan. Dapat dikatakan bahwa hati nurani sebagai
norma moral subyektif memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, terutama ketika manusia berhadapan dengan suatu persoalan yang
membutuhkan keputusan dari manusia itu sendiri. Hati nurani sebagai jalan
keluar yang paling akhir dalam mengambil keputusan menjadikan manusia otoritas
eksklusif atas apa yang diperintahkan oleh hati nuraninya. Dengan demikian,
setiap orang sebagai subjek yang mengambil keputusan bertanggungjawab atas
tindakan dan perbuatannya dengan segala konsekuensi dari apa yang dia putuskan.
Pengambilan keputusan oleh setiap orang, dapat kita lihat dalam pengalaman
hidup sehari-hari.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian kebebasan, tanggung jawab dan hati murni?
2.
Apa Hubungan kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak
?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kebebasan
Kebebasan adalah tidak dalam keadaan diam, tetapi dapat
melakukan apa saja yang dinginkan selama masih dalam norma-norma atau
peraturan-peraturan yang telah ada dalam kehidupan pribadi, keluarga ,
masyarakat, dan Negara.
Dalam arti luas kebebasan dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan yang menyangkut semua urusan mulai dari sekecil-kecilnya sampai
sebesar-besarnya sesuai keinginan, baik individu maupun kelompok namun tidak
bertentangan dengan norma-norma, aturan-aturan, dan perundang-undanganyang
berlaku.
Ada dua kelompok ahli teologi yang mengungkapkan tentang
masalah kebebasan atau kemerdekaan menyalurkan kehendak.
·
Pertama kelompok yang berpendapat bahwa
manusia memiliki kehendak bebas dan merdeka untuk melakukan perbuatannya
menurut kemauannya sendiri.
·
Kedua kelompok yang berpendapat bahwa
manusia tidak memiliki kebebasan untuk melaksanakan perbuatannya. Mereka
dibatasi dan ditentukan oleh Tuhan. Dalam pandangan yang kedua ini manusia
tidak ubahnya seperti wayang yang mengikuti sepenuhnya kemauan dalang.[1]
Paham adanya
kebebasan pada manusia ini sejalan pula dengan isyarat yang diberikan al-Qur'an.
Perhatikan beberapa ayat di bawah ini:
“Dan
Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir)
Biarlah ia kafir”(QS. Al-Kahfi: 29)
“Perbuatlah apa
yang kamu kehendaki; Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
(QS. Fushilat, 40)
Artinya:
“Dan
Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu Telah
menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan
Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?"
Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Ali Imran: 165)
Ayat-ayat tersebut dengan jelas
memberi peluang kepada manusia untuk secara
bebas menentukan tindakannya berdasarkan kemauannya sendiri.
Dilihat
dari segi sifatnya, kebebasan dibagi menjadi tiga, yaitu:
Ø Pertama kebebasan
jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan mempergunakan anggota badan
yang kita miliki.
Ø Kedua kebebasan kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk menghendaki
sesuatu. Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh jangkauan kemungkinan untuk
berpikir.
Ø Ketiga kebebasan
moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya macam-macam ancaman, tekanan,
larangan dan desakan yang tidak sampai dengan paksaan fisik.
Islam mengajarkan kebebasan yang bertanggung jawab yang
bertanggung jawab dan memerhatikan norma-norma yang berlaku. Dengan kata lain,
setiap orang memiliki kebebasan, ia bebas melakukan apa saja yang dikehendaki
selagi ia bisa mempertanggung jawabkan dan tidak melanggar norma-norma yang
ada.
Norma adalah peraturan berupa perintah dan larangan yang
mengatur pergaulan kehidupan manusia. Norma ada empat jenis, yaitu:
1. Norma agama, yaitu peraturan hidup
yang diterima sebagai perintah-perintah, larangan-larangan, dan anjuran-anjuran
yang diyakini oleh pemeluknya berasal dari Tuhan.
2. Norma kesusilaan, yaitu peraturan
hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari manusia. Peraturan hidup itu
berupa bisikan kalbu atau suara batin yang diinsafi oleh setiap orang sebagai
pedoman.
3. Norma kesopanan, yaitu peraturan
hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia, diikuti dan ditaaati
sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia terhadap manusia lain.
4. Norma hukum, yaitu peraturan yang
dibuat oleh penguasa Negara, isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya
dapat dipertahankan dan dipaksakan oleh alat Negara.
Dengan memperhatikan norma-norma diatas dapat juga dikatakan
bahwa kebebasan itu adalah kepatuhan dan tunduk pada hukum. Kebebasan juga
dapat diartikan sebagai kemerdekaaan seseorang tanpa ada kekangan dari pihak
mana pun yang dapat menghalangi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Ada
faktor eksternal yang dapat menghilangkan kebebasan. Faktor tersebut datang
dari pihak asing yang menjajah dan merampas kebebasan dengan paksa. Contohnya:
1. Kerja paksa yang banyak diperlakukan
pada zaman penjajahan seperti romusa dan kerja rodi;
2. Amerika Serikat yang mengekang
kebebasan Negara-negara lain karena ia memiliki kekuatan dalam ekonomi;
3. Tenaga-tenaga kerja wanita yang
sudah hampir disamakan dengan budak;
4. Di Prancis kebebasan wanita muslim
dirampas, tidak dibenarkan memakai jilbab.
Kebebasan diikat oleh peraturan dan norma yang berlaku. Kebebasan
mengandung pengertian bahwa perbuatan yang bebas dibenarkan secara hukum
sepanjang tidak merugikan orang lain, tidak bertentangan dengan adat istiadat
dan norma yang berlaku.
.
B. Tanggung
Jawab
Selanjutnya kebebasan sebagaimana
disebutkan di atas itu di tantang jika
berhadapan dengan kewajiban moral.
Sikap moral yang dewasa adalah sikap
bertanggung jawab. Tak mungkin ada tanggung jawab tanda ada kebebasan. Di
sinilah letak hubungan kebebasan dan tanggung jawab.
Dalam kerangka
tanggung jawab ini, kebebasan mengandung arti:
(1) Kemampuan untuk menentukan
dirinya sendiri, [2]
(2) Kemampuan untuk bertanggung jawab,
(3) Kedewasaan
manusia, dan
(4) Keseluruhan kondisi yang
memungkinkan manusia melakukan tujuan
hidupnya. Tingkah laku yang didasarkan pada sikap, sistem nilai dan pola pikir berarti tingkah laku berdasarkan kesadaran, bukan instintif, melainkan terdapat
makna kebebasan manusia yang merupakan obyek materia etika.
Sejalan dengan adanya kebebasan atau
kesengajaan, orang harus bertanggung jawab terhadap tindakannya yang disengaja itu. Ini berarti bahwa ia harus dapat mengatakan
dengan jujur kepada kata hatinya, bahwa tindakannya itu sesuai dengan
penerangan dan tuntutan kata hati
itu. Jadi bahwa dia berbuat baik dan tidak berbuat jahat,
setidak-tidaknya menurut keyakinannya.
Dengan demikian tanggung jawab dalam
kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa tindakannya itu baik. Ini pun sesuai dengan ungkapan Indonesia, yaitu kalau dikatakan
bahwa orang yang melakukan kekacauan
sebagai orang yang tidak bertanggung jawab, maka yang dimaksud adalah
bahwa perbuatan yang dilakukan orang
tersebut secara moral tidak dapat dipertanggungjawabkan, mengingat perbuatan tersebut tidak dapat diterima oleh masyarakat.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa
tanggung jawab erat kaitannya dengan kesengajaan atau perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran. Orang yang melakukan perbuatan
tapi dalam keadaan tidur atau mabuk
dan semacamnya tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan yang dapat
dipertanggungjawabkan, karena perbuatan
tersebut dilakukan bukan karena pilihan akalnya yang sehat. Selain itu
tanggung jawab juga erat hubungannya dengan hati
nurani atau intuisi yang ada dalam diri manusia yang selalu menyuarakan
kebenaran. Seseorang baru dapat disebut bertanggungjawab apabila secara intuisi perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan
pada hati nurani dan kepada masyarakat pada umumnya.
C. Hati
Nurani
Hati nurani atau intuisi merupakan
tempat di mana manusia dapat memperoleh
saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu cenderung
kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan. Atas dasar inilah muncul aliran atau paham intuisisme, yaitu paham yang mengatakan bahwa perbuatan yang
baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kata hati, sedangkan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang tidak sejalan
dengan kata hati atau hati nurani,
sebagaimana hal ini telah diuraikan panjang lebar di atas.
Karena sifatnya yang demikian itu,
maka hati nurani harus menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam melaksanakan
kebebasan yang ada dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang tidak menyalahi atau membelenggu hati nuraninya,
karena kebebasan yang demikian itu pada hakikatnya adalah kebebasan yang
merugikan secara moral.
Dari pemahaman
kebebasan yang demikian itu, maka timbullah tanggung jawab, yaitu bahwa kebebasan yang diperbuat itu
secara hati nurani dan moral harus dapat
dipertanggungjawabkan. Di sinilah letak hubungan antara kebebasan, tanggung
jawab dan hati nurani.[3]
D. Hubungan Kebebasan, Tanggung Jawab Dan Hati Nurani Dengan
Akhlak
Pada uraian terdahulu
telah disinggung bahwa suatu perbuatan baru dapat dikategorikan sebagai
perbuatan akhlaki atau perbuatan yang dapat dinilai berakhlak, apabila
perbuatan tersebut dilakukan atas kemauan sendiri, bukan paksaan dan bukan pula
dibuat-buat dan dilakukan dengan tulus ikhlas. Untuk mewujudkan perbuatan akhlak yang
ciri-cirinya demikian baru bisa terjadi apabila orang yang melakukannya memiliki kebebasan
atau kehendak yang timbul dari dalam dirinya sendiri. Dengan demikian perbuatan
yang berakhlak itu adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja secara bebas.
Di sinilah letak hubungan antara kebebasan dan perbuatan akhlak.
Selanjutnya perbuatan akhlak juga
harus dilakukan atas kemauan sendiri dan bukan paksaan. Perbuatan yang seperti
inilah yang dapat dimintakan pertanggungjawabnya dari orang yang melakukannya.
Di sinilah letak hubungan antara tanggung jawab dengan akhlak.
Dalam pada itu perbuatan akhlak juga
harus muncul dari keikhlasan hati yang melakukannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada hati sanubari, maka hubungan akhlak dengan kata
hati menjadi demikian penting.[4]
Dengan demikian, masalah kebebasan,
tanggung jawab dan hati nurani adalah merupakan faktor dominan yang menentukan
suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki. Di sinilah letak hubungan fungsional antara kebebasan,
tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak dapat meninggalkan
pembahasan mengenai kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani.
BAB III
PENUTUP
1. Kebebasan
Kebebasan
erat kaitannya dengan kesusilaan. Maka tidak ada fungsinya memuji atau mencela
seseorang atas suatu perbuatan apabila dia dalam suatu perbuatan "tidak
bebas". Dalam keadaan tertekan (tidak bebas), manusia tidak mungkin akan
menjadi makhluk yang merdeka dan karena kebebasan inilah manusia dapat
melakukan kesalahan.
Kesalahan
yang paling berat dari manusia adalah menyerahkan kebebasannya. Bentuk paling
buruk dari kesalahan adalah membuatkan diri untuk terperangkap dalam keburukan.
Perbuatan seseorang akan bermakna apabila yang bersangkutan bertanggung jawab
atas apa yang ia lakukan, maka kesimpulanya adalah orang yang dapat dimintai
tanggung jawab adalah orang yang memiliki kebebasan.
Manusia
dikatakan bebas apabila ia terikat pada norma-norma. Apabila ia tidak mengakui
hal itu maka ia tetap tidak bebas, karena dikuasai kecendrungan dan senantiasa
dipengaruhi dan terikat pada hokum yang lebih tinggi dan tidak sempurna.
Norma
tidak memaksa manusia, sebaliknya, norma memberikan kebebasan kepadanya.
Manusia bebas untuk menerima atau tidak menerima norma. Meskipun demikian,
kebebasan merupakan kenyataan yang begitu pentingnya, sehingga tegak runtuhnya
kesusilaan tergantung pada pengakuan atau pengingkaran atas kebebasan.
2. Tanggung Jawab
Sikap
moral yang dewasa adalah sikap yang bertanggung jawab. Tak mungkin ada tanggung
jawab tanpa ada kebebasan. Disinilah letak hubungan tanggung jawab dan
kebebasan. Tingkah laku yang didasarkan pada sikap, sistem nilai dan pola pikir
berarti tingkah laku berdasarkan kesadaran, bukan instingtif.
Dengan
demikian tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa
tindakannya itu baik. Dari patokan ini maka menjadi jelaslah misalnya, orang
yang membuat anarki disebut orang yang tidak bertanggung jawab.
3. Hati Nurari
Hati
nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh saluran
ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan
tidak suka kepada keburukan.
Karena
sifatnya yang demikian maka hati nurani harus menjadi salah satu pertimbangan
dalam melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang
tidak membelenggu hati nuraninya karena hakikatnya hal itu ialah merugikan
secara moral.
4. Hubungan Kebebasan, Tanggung Jawab, Hati Nurani Dan Akhlak
Perbuatan
berakhlak adalah perbuatan yang dilakukan secara sengaja dan bebas. Disinilah
letak hubungan akhlak dan kebebasan. Akhlak juga harus dilakukan atas kemauan
sendiri dan bukan paksaan. Perbuatan seperti ini disebut perbuatan yang
bertanggung jawab. Disinilah letak hubungan akhlak dan tanggung jawab.
Terakhir, Perbuatan akhlak juga harus muncul dari keikhlasan hati yag
melakukanya dan dapat dipertaggung awabkan kepada hati sanubari, maka disinilah
hubungan akhlak dan hati nurani.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution,
Harun, Teologi (Ilmu Kalam), Jakarta, UI Press, 1972.
Amin,
Ahmad, Ilmu Akhlak, Jakarta, Bulan Bintang, 1975.
Zubair,
Ahmad Charris, Kuliah Etika, Jakarta, Rajawali Pers, 1990.
No comments:
Post a Comment
bercomentar baik pasti di tanggapi baik pula